Menu

Monday, January 7, 2019

Soedirman Jendral Muslim Sang Penakluk Imperialis


Selama ini kita di buat terkagum-kagum dengan panglima perang Muslim era kenabian atau pun era ke khalifahan Islam yang gagah berani melawan kejahatan ataupun membebaskan sebuah kota muslin yang tertindas, tapi tahukan kalian pada masa abad modern ternyata kita memiliki panglima perang  yang tidak kalah beraninya dengan era kenabian atau era khalifahan Islam, Yup…Dibumi nusantara ini kita memiliki salah satu jenderal perang Muslim terbaik sepanjang sejarah.

Ia adalah Jenderal Soedirman yag mampu mengobarkan semangat perlawanan rakyat dan bersama para pejuang lainnya dengan persenjataan yang tidak sebanding dengan para penjajah pada masanya berhasil mengusir penjajah di Buni Pertiwi dan membuat para tentara penjajah Belanda ketakutan bila mendengar namanya.

Mari kita sejenak kita menoleh kebelakang mengenal sosok jendral Muslim ini, 

Awal Kehidupan Sang Jendral

Jendral Besar Raden Soedirman Lahir 24 Januari 1916, dari pasangan Karsid Kartawiraji dan Siyem saat pasangan ini tinggal di rumah saudari Siyem yang bernama Tarsem di rembang, Bodas Karangjati, Purbalingga, Hindia Belanda (saat itu nama Indonesia belum ada dan masih menjadi jajahan Belanda). Jenderal Soedirman pun mendapatkan gelar raden karena dianggap sebagai anak sendiri oleh Cokrosunaryo. Sejak kecil ia dididik dengan sangat baik oleh orang tua angkatnya itu. Ia disekolahkan hingga menjadi pemuda yang sangat cerdas.

Hingga berumur 18 tahun, Jenderal Soedirman tidak pernah diberitahu siapa orang tua aslinya. Ia hanya tahu jika Cokrosunaryo adalah ayah yang menyayanginya dengan tulus. Setelah Cokrosunaryo pensiun sebagai camat pada akhir 1916, Soedirman ikut dengan keluarganya ke Manggisan, Cilacap. Di tempat inilah ia tumbuh besar. Di Cilacap, Karsid dan Siyem memiliki seorang putra lain bernama Muhammad Samingan. Karsid meninggal dunia saat Soedirman berusia enam tahun, dan Siyem menitipkan kembali kedua putranya pada saudara iparnya dan kembali ke kampung halamannya di Parakan Onje, Ajibarang.

Soedirman dibesarkan dengan cerita-cerita kepahlawanan, juga diajarkan etika dan tata karma Priyayi serta etos kerja dan kesederhanaan wong cilik, atau rakyat jelata. Untuk pendidikan agama, ia dan adiknya mempelajari Islam di bawah bimbingan Kyai Haji Qahar. Soedirman adalah anak yang taat agama dan selalu sholat tepat waktu. Ia dipercaya untuk mengumandangkan Adzan dan Iqomat Saat berusia tujuh tahun, Soedirman terdaftar di sekolah pribumi (hollandsch inlandsche school). Meskipun hidup berkecukupan, keluarga Soedirman bukanlah keluarga kaya. Selama menjabat sebagai camat, Cokrosunaryo tidak mengumpulkan banyak kekayaan, dan di Cilacap ia bekerja sebagai penyalur mesin jahit Singer.

Pada tahun kelimanya bersekolah, Soedirman diminta untuk berhenti sekolah sehubungan dengan ejekan yang diterimanya di sekolah milik pemerintah Hindia Belanda permintaan ini awalnya ditolak, namun Soedirman dipindahkan ke sekolah menengah milik Taman Siswa pada tahun ketujuh sekolah. Pada tahun kedelapan, Soedirman pindah ke Sekolah Menengah Wirotomo setelah sekolah Taman Siswa ditutup oleh Ordonasi Sekolah Liar karena diketahui tidak terdaftar. Kebanyakan guru Soedirman di Wirotomo adalah Nasionalais Indonesia yang turut mempengaruhi pandangannya terhadap penjajah Belanda, Soedirman belajar dengan tekun di sekolah, gurunya Suwarjo Tirtosupono menyatakan bahwa Soedirman sudah mempelajari pelajaran tingkat dua di saat kelas masih mempelajari pelajaran tingkat satu. 

Meskipun lemah dalam pelajaran Kaligrafi Jawa Soedirman sangat pintar dalam pelajaran matematika, ilmu alam, dan menulis, baik bahasa Belanda maupun Indonesia. Soedirman juga menjadi semakin taat agama di bawah bimbingan gurunya, Raden Muhammad Kholil. Teman-teman sekelasnya memanggilnya "haji" karena ketaatannya dalam beribadah, dan Soedirman juga memberikan ceramah agama kepada siswa lainya Selain belajar dan beribadah, Soedirman juga berpartisipasi dalam kelompok musik sekolah dan bergabung dengan tim Sepak Bola sebagai Bek. Kematian Cokrosunaryo pada tahun 1934 menyebabkan keluarganya jatuh miskin, namun ia tetap diizinkan untuk melanjutkan sekolahnya tanpa membayar sampai ia lulus pada akhir tahu Setelah kepergian ayah tirinya, Soedirman mencurahkan lebih banyak waktunya untuk mempelajari Sunnah dan doa. Pada usia 19 tahun, Soedirman menjadi guru praktik di Wirotomo.

Sayangnya masa kuliah dari Jenderal Soedirman harus berakhir setelah setahun dijalani. Beliau tidak memiliki uang lagi untuk membayar biaya kuliah yang cukup mencekik. Akhirnya dengan berberat hati, Jenderal Soedirman kembali ke Cilacap dan mengajar di sekolah dasar Muhammadiyah yang membuatnya semakin dikenal dan diakui oleh banyak masyarakat.

Kepandaian yang dimiliki oleh Jenderal Soedirman membuat seorang gadis bernama Alfiah kepincut. Akhirnya Jenderal Soedirman menikahi Alfiah yang merupakan anak dari pengusaha batik terkaya di daerah itu. Dari pernikahan ini, Jenderal Soedirman dikaruniani 3 orang anak yang bernama Didi Praptoastusi, Didi Sutjiati, dan Titi Wahjuti Setyaningrum.

Menjadi Anggota PETA

Soedirman Jendral Muslim Sang Penakluk Imperialis-Jenderal Soedirman pernah menjadi anggota PETA yang merupakan tentara bentukan Jepang. Ia ditunjuk sebagai komandan dan bertugas merekrut banyak anak muda di daerahnya untuk bergabung dengan PETA. Jepang melatih Soedirman bersama dengan anak pribumi lain berperang dengan harapan mampu berperang dan menghalau tentara Sekutu yang mulai gencar memburu Jepang di mana saja mereka berada.

Pergolakan tentara PETA yang ada di daerah lain membuat bawahan Jenderal Soedirman ikut memberontak. Bahkan mereka sempat membunuh satu orang Jepang. Mengetahui hal ini Jenderal Soedirman mengusahakan agar anak buahnya tidak dibunuh sebagai syarat pemberontakan akan dihentikan. Jepang menyetujui hal itu meski akhirnya mengirim mereka ke kamp konsentrasi dan dipekerjakan secara kasar.

Dipercaya Sebagai Pemimpin Perang

Setelah diasingkan ke kamp konsentrasi, Jenderal Soedirman dan anak buahnya kabur ke Jakarta. Mereka tahu Hiroshima dan Nagasaki dibom dan kemerdekaan Indonesia bisa didapatkan saat itu juga. Ia menemui Soekarno dan disuruh untuk menjabat sebagai anggota Badan Keamanan rakyat cabang Banyumas. Ia ditugaskan untuk mengawasi proses penyerahan diri tentara jepang di Banyumas, yang dilakukannya setelah mendirikan divisi local Badan Kemanan Rakyat. Pasukannya lalu dijadikan bagian dari Divisi V pada 20 Oktober oleh panglima sementara Oerip Soemohardjo dan Soedirman bertanggung jawab atas divisi tersebut. 

Pada tanggal 12 November 1945, dalam sebuah pemilihan untuk menentukan panglima besar TKR di Yogyakarta Soedirman terpilih menjadi panglima besar, sedangkan Oerip, yang telah aktif di militer sebelum Soedirman lahir, menjadi kepala staff. Sembari menunggu pengangkatan, Soedirman memerintahkan serangan terhadap pasukan Inggris dan Belanda di Ambarawa. Pertempuran ini dan penarikan diri tentara Inggris menyebabkan semakin kuatnya dukungan rakyat terhadap Soedirman, dan ia akhirnya diangkat sebagai panglima besar pada tanggal 18 Desember. 

Selama tiga tahun berikutnya, Soedirman menjadi saksi kegagalan negosiasi dengan tentara kolonial Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia, yang pertama adalah Perjanjian Linggarjati yang turut disusun oleh Soedirman dan kemudian Perjanjian Renville yang menyebabkan Indonesia harus mengembalikan wilayah yang diambilnya dalam Agresi Militer I kepada Belanda dan penarikan 35.000 tentara Indonesia.

Ia juga menghadapi pemberontakan dari dalam, termasuK Upaya Kudeta oleh PKI Tahun 1948. Ia kemudian menyalahkan peristiwa-peristiwa tersebut sebagai penyebab penyakit Tuberkolosis karena infeksi tersebut, paru-paru kanannya dikempeskan pada bulan November 1948.

Pada tanggal 19 Desember 1948, beberapa hari setelah Soedirman keluar dari rumah sakit, Belanda melancarkan Agresi Militer II untuk menduduki Yogyakarta. Di saat pemimpin-pemimpin politik berlindung Di Kraton Sultan Soedirman, beserta sekelompok kecil tentara dan dokter pribadinya, melakukan perjalanan ke arah selatan dan memulai perlawanan Gerilya selama tujuh bulan.

Awalnya mereka diikuti oleh pasukan Belanda, tetapi Soedirman dan pasukannya berhasil kabur dan mendirikan markas sementara di Sobo, di dekat Gunung Lawu Dari tempat ini, ia mampu mengomandoi kegiatan militer di Pulau Jawa, termasuk Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto Ketika Belanda mulai menarik diri, Soedirman dipanggil kembali ke Yogyakarta pada bulan Juli 1949. Meskipun ingin terus melanjutkan perlawanan terhadap pasukan Belanda, ia dilarang oleh Presiden Soekarno. 

Ketika Penyakit TBC yang diidapnya kambuh ia pensiun dan pindah ke Magelang. Soedirman wafat kurang lebih satu bulan setelah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki Yogyakarta.

Kematian Soedirman menjadi duka bagi seluruh rakyat Indonesia. Bendera setengah tiang dikibarkan dan ribuan orang berkumpul untuk menyaksikan prosesi upacara pemakaman. Soedirman terus dihormati oleh rakyat Indonesia. Perlawanan gerilyanya ditetapkan sebagai sarana pengembanga Esprit De Crops bagi tentara Indonesia, dan rute gerilya sepanjang 100-kilometer (62 mi) yang ditempuhnya harus diikuti oleh Taruna Indonesia sebelum lulus dari Akademi Militer. Soedirman ditampilkan dalam uang kertas Rupiah keluaran 1968, dan namanya diabadikan menjadi nama sejumlah jalan, universitas, museum, dan monumen. Pada tanggal 10 Desember 1964, ia ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia

Inilah sekelumit kisah hidup Jenderal Soedirman yang sangat hebat itu. Meski akhirnya meninggal di usia yang muda, ia telah membawa perubahan besar bagi Indonesia. Dan kita semua harus memberikan penghormatan terbesar untuk beliau. Jenderal Soedirman merupakan seorang muslim taat yang berjuang mati-matian dengan keterbatasan fisik dan senjata, bersama rakyat untuk membuat Indonesia terus merdeka dan diakui dunia internasional dari Belanda yang ingin kembali menjajah Bumi pertiwi dibantu dengan para tentara sekutu. 

Negara ini didirikan oleh darah para pejuang muslim khususnya dan Rakyat Indonesia pada umumnya, sudah menjadi Tugas setiap muslim bersama masyarakat laiinnya menjaga negaranya, semoga rakyat menjadi waspada terhadap penjajahan gaya baru yang akan terus mengintai bumi Nusantara.


SPN

No comments:

Post a Comment