Wilayah
Nusantara secara geografis berada pada titik pertemuan tiga lempeng tektonik (tectonic plate) yang
saling bertabrakan yaitu lempeng Eurasia, Lempeng Indo Australia dan Lempeng
Pasifik, membuat Negara Indonesia tercabik-cabik dan pada akhirnya membuatnya
menjadi rangkaian gunung api aktif (rangkaian Gunung Api Indonesia).
Kawasan
Indonesia menjadi area benturan antara Lempeng Indo Australia yang bergerak ke
utara dan Lempeng Pasifik yang relative kearah barat. Itulah yang menyebabkan
kepulauan Indonesia dihimpit oleh dua pergerakan, masing-asing kea rah utara
dan ke arah barat.
Kecepatan
pergerakan itu mencapai 4-6 cm pertahun, maka lempeng yang yang bertabrakan
tersebut menunjam tepat ditengah Kepulauan Indonesia dan memberikan kesempatan
pada magma untuk naik persis diatas Nusantara dan membentuk banyak pulau yang
dikelilingi lautan.
Sementara
di utara ada lempeng ketiga, yaitu lempeng Eurasia yang menahan himpitan
tersebut, sehingga membuat Indonesia berada dalam pertarungan tiga lempeng
besar dunia.
Akibat
benturan ketiga lempeng tersebut, membuat retaknya beberapa bagian pada kerak
bumi, selain menimbulkan panas, juga memproduksi batuan cair (magma). Melalui
retakan-retakan tersebut yang bisa dikatakan sebagai bidang lemah, magma cair
tersebut terdorong naik ke permukaan bumi dan membentuk kerucut-kerucut gunung
api.
Zona
subduksi yang terbentuk sangatlah luas, dimulai dari sisi selatan barat Pulau
Sumatera hingga sisi selatan Pulau Jawa. Zona tersebut berlanjut hingga ke Nusa
Tenggara yang memanjang dari barat ke timur. Lalu di bagian timur Nusantara
jalurnya memutar, dimulai dari Laut Banda di Maluku. Zona subduksi inilah yang
membuat Indonesia kaya akan gunung api dan dikenal sebagai Ring of Fire.
Pada
tanggal 22 Desember 2018 pukul 21.30 WIB tsunami menerjang pulau jawa dan
sumatera lebih tepatnya daerah banten dan lampung yang menelan korban meninggal
sekitar 437 orang, kerusakan material meliputi 611 unit rumah, 69 unit hotel
dan villa, 60 warung kuliner, dan 420 kapal dan perahu. Tsunami di
wilayah pantai sekitar Selat Sunda, di Anyer, Banten dan Lampung, merupakan
dampak berkelanjutan dari erupsi Anak Gunung Krakatau.
Sejarah Gunung Krakatau-Mari kita sedikit menoleh kebelakang untuk mengetuhi sejarah gunung Krakatau yang penulis himpun dari berbagai sumber. Melihat kawasan Gunung Krakatau di Selat Sunda, para ahli memperkirakan bahwa pada masa purba terdapat gunung yang sangat besar di Selat Sunda yang akhirnya meletus dahsyat yang menyisakan sebuah kaldera (kawah besar) yang disebut Gunung Krakatau Purba, yang merupakan induk dari Gunung Krakatau yang meletus pada 1883. Gunung ini disusun dari bebatuan andesitik.
Sejarah Gunung Krakatau-Mari kita sedikit menoleh kebelakang untuk mengetuhi sejarah gunung Krakatau yang penulis himpun dari berbagai sumber. Melihat kawasan Gunung Krakatau di Selat Sunda, para ahli memperkirakan bahwa pada masa purba terdapat gunung yang sangat besar di Selat Sunda yang akhirnya meletus dahsyat yang menyisakan sebuah kaldera (kawah besar) yang disebut Gunung Krakatau Purba, yang merupakan induk dari Gunung Krakatau yang meletus pada 1883. Gunung ini disusun dari bebatuan andesitik.
Catatan mengani letusan Krakatau Purba yang diambil dari sebuah
teks Jawa Kuno yang berjudul Pustaka Raja Parwa yang diperkirakan
berasal dari tahun 416 Masehi. Dimana Isinya antara lain menjelaskan : “Ada suara guntur
yang menggelegar berasal dari Gunung Batuwara. Ada pula goncangan bumi yang
menakutkan, kegelapan total, petir dan kilat.
Kemudian datanglah badai angin
dan hujan yang mengerikan dan seluruh badai menggelapkan seluruh dunia. Sebuah
banjir besar datang dari Gunung Batuwara dan mengalir ke timur menuju Gunung
Kamula.... Ketika air menenggelamkannya Pulau Jawa terpisah menjadi dua,
menciptakan Pulau Sumatera”
Pakar geologi Berend George Escher dan beberapa ahli lainnya
berpendapat bahwa kejadian alam yang diceritakann berasal dari Gunung Krakatau Purba, yang dalam teks tersebut disebut Gunung Batuwara. Menurut buku Pustaka
Raja Parwa tersebut, tinggi Krakatau Purba ini mencapai 2.000 meter di atas
permukaan laut, dan lingkaran pantainya mencapai 11 kilometer.
Akibat ledakan yang hebat itu, tiga perempat tubuh Krakatau Purba
hancur menyisakan kaldera (kawah besar) di Selat Sunda. Sisi-sisi atau tepi
kawahnya dikenal sebagai Pulau Rakata, Pulau Panjang dan Pulau Sertung, dalam
catatan lain disebut sebagai Pulau Rakata, Pulau Rakata Kecil dan Pulau
Sertung.
Letusan gunung ini disinyalir bertanggung jawab atas terjadinya abad
kegelapan di muka bumi. Penyakit sampar bubonic terjadi karena temperatur
mendingin. Sampar ini secara signifikan mengurangi jumlah penduduk di muka
bumi.
Letusan ini juga dianggap turut andil atas berakhirnya masa
kejayaan Persia Purba, transmutasi Kerajaan Romawi ke Kerajaan Byzantium,
berakhirnya peradaban Arabia Selatan, punahnya kota besar Maya, Tikal dan
jatuhnya peradaban Nazca di Amerika Selatan yang penuh teka-teki.
Ledakan
Krakatau Purba diperkirakan berlangsung selama 10 hari dengan perkiraan
kecepatan muntahan massa mencapai 1 juta ton per detik. Ledakan tersebut telah
membentuk perisai atmosfer setebal 20-150 meter, menurunkan temperatur sebesar
5-10 derajat selama 10-20 tahun.
Perkembangan
Gunung Krakatau
Pulau Rakata, yang merupakan satu dari tiga pulau sisa Gunung
Krakatau Purba kemudian tumbuh sesuai dengan dorongan vulkanik dari dalam perut
bumi yang dikenal sebagai Gunung Krakatau (atau Gunung Rakata) yang terbuat
dari batuan Basaltik. Kemudian, dua gunung api muncul dari tengah kawah,
bernama Gunung Danan dan Gunung Perbuwatan yang kemudian menyatu dengan Gunung
Rakata yang muncul terlebih dahulu. Persatuan ketiga gunung api inilah yang
disebut Gunung Krakatau.
Gunung Krakatau pernah meletus pada tahun 1680 menghasilkan Lava
Andesitik Asam. Lalu pada tahun 1880, Gunung Perbuwatan aktif mengeluarkan lava
meskipun tidak meletus.
Setelah masa itu, tidak ada lagi aktivitas vulkanis di Krakatau
hingga 20 Mei 1883. Pada hari itu, setelah 200 tahun tertidur, terjadi ledakan
kecil pada Gunung Krakatau. Itulah tanda-tanda awal bakal terjadinya letusan
dahsyat di Selat Sunda. Ledakan kecil ini kemudian disusul dengan
letusan-letusan kecil yang puncaknya terjadi pada 26-27 Agustus 1883.
Erupsi 1883
Pada hari Senin, 27 Agustus 1883, tepat jam 10.20, terjadi ledakan
pada gunung tersebut. Menurut Simon Winchester, ahli geologi lulusan
Universitas Oxford Inggris yang juga penulis National Geograpict mengatakan
bahwa ledakan itu adalah yang paling besar, suara paling keras dan peristiwa
vulkanik yang paling meluluhlantakkan dalam sejarah manusia modern. Suara
letusannya terdengar sampai 4.600 km dari pusat letusan dan bahkan dapat
didengar oleh 1/8 penduduk bumi saat itu.
Menurut para peneliti di University Of Nort Dakota ledakan
Krakatau bersama ledakan Tambaro (1815) mencatatkan nilai Volcanic Explosivity
Index (VEI) terbesar dalam sejarah modern. The Gueness Book Of Records
mencatat ledakan Krakatau sebagai ledakan yang paling hebat yang terekam dalam
sejarah.
Ledakan Krakatau telah melemparkan batu-batu apung dan abu
vulkanik dengan volume 18 kilometer kubik. Semburan debu vulkanisnya mencapai
80 km. Benda-benda keras yang berhamburan ke udara itu jatuh di dataran pulau
Jawa dan Sumatera bahkan sampai ke Sri Lanka, India, Pakistan, Australia dan
Selandia Baru.
Letusan itu menghancurkan Gunung Danan, Gunung Perbuwatan serta
sebagian Gunung Rakata di mana setengah kerucutnya hilang, membuat cekungan
selebar 7 km dan sedalam 250 meter. Tsunami (gelombang laut) naik setinggi 40
meter menghancurkan desa-desa dan apa saja yang berada di pesisir pantai.
Tsunami ini timbul bukan hanya karena letusan tetapi juga longsoran bawah laut.
Tercatat jumlah korban yang tewas mencapai 36.417 orang berasal
dari 295 kampung kawasan pantai mulai dari Merak di Kota Cilegon hingga
Cilamaya di Kerawang, pantai barat Banten hingga Tanjung Layar di Pulau
Panaitan(Ujung Kulon) serta Sumatera Bagian selatan. Di Ujungkulon, air bah
masuk sampai 15 km ke arah barat.
Keesokan harinya sampai beberapa hari
kemudian, penduduk Jakarta dan Lampung pedalaman tidak lagi melihat matahari.
Gelombang Tsunami yang ditimbulkan bahkan merambat hingga ke pantai Hawaii,
pantai barat Amerika Tengah dan Semenanjung Arab yang jauhnya 7 ribu
kilometer.
Anak Krakatau
Mulai pada tahun 1927 atau kurang lebih 40 tahun setelah
meletusnya Gunung Krakatau, muncul gunung api yang dikenal sebagai Anak
Krakatau dari kawasan kaldera purba tersebut yang masih aktif dan tetap
bertambah tingginya. Kecepatan pertumbuhan tingginya sekitar 0.5 meter (20
inci) per bulan. Setiap tahun ia menjadi lebih tinggi sekitar 6 meter (20 kaki)
dan lebih lebar 12 meter (40 kaki).
Catatan lain menyebutkan penambahan tinggi
sekitar 4 cm per tahun dan jika dihitung, maka dalam waktu 25 tahun penambahan
tinggi anak Rakata mencapai 190 meter (7.500 inci atau 500 kaki) lebih tinggi
dari 25 tahun sebelumnya.
Penyebab tingginya gunung itu disebabkan oleh material yang keluar
dari perut gunung baru itu. Saat ini ketinggian Anak Krakatau mencapai sekitar
230 meter di atas permukaan laut, sementara Gunung Krakatau sebelumnya memiliki
tinggi 813 meter dari permukaan laut.
Menurut Simon Winchester, sekalipun apa yang terjadi dalam
kehidupan Krakatau yang dulu sangat menakutkan, realita-realita geologi,
seismik serta tektonik di Jawa dan Sumatera yang aneh akan memastikan bahwa apa
yang dulu terjadi pada suatu ketika akan terjadi kembali. Tak ada yang tahu
pasti kapan Anak Krakatau akan meletus.
Beberapa ahli Geologi memprediksi
letusan ini akan terjadi antara 2015-2083. Namun pengaruh dari gempa di dasar
Samudera Hindia pada 26 Desember 2004 juga tidak bisa diabaikan.
Menurut Profesor Ueda Nakayama salah seorang ahli gunung api
berkebangsaan Jepang, Anak Krakatau masih relatif aman meski aktif dan sering ada
letusan kecil, hanya ada saat-saat tertentu para turis dilarang mendekati
kawasan ini karena bahaya lava pijar yang dimuntahkan gunung api ini. Para
pakar lain menyatakan tidak ada teori yang masuk akal tentang Anak Krakatau
yang akan kembali meletus. Kalaupun ada minimal 3 abad lagi atau sesudah 2325
M.
Namun yang jelas, angka korban yang ditimbulkan lebih dahsyat dari letusan
sebelumnya. Anak Krakatau saat ini secara umum oleh masyarakat lebih dikenal
dengan sebutan "Gunung Krakatau" juga, meskipun sesungguhnya adalah
gunung baru yang tumbuh pasca letusan sebelumnya.
Indonesia
dikenal sebagai negara tropis berupa gugusan kepulauan terbesar di dunia yang
dikelilingi 129 gunung api aktif dan diapit empat lempeng teknonik. Tak hanya
memberi keindahan, keberadaan gunung api tersebut juga menyimpan potensi
bencana.
Bencana
alam di Indonesia dikategorikan menjadi bencana geologi seperti letusan gunung
berapi, gempa bumi, tanah longsor, dan tsunami.
Sementara bencana
hidrometeorologi adalah banjir, kebakaran hutan, kekeringan, dan puting beliung.Keunikan
tersebut membuat negara kita memiliki potensi kegempaan 10 kali lebih besar
dibanding Amerika Serikat.
Mari
tinggakatkan kewaspadaan terhadap bencana di sekitar kita dan jangan lupa lebih
peduli kepada korban bencana
SPN
No comments:
Post a Comment