Pada jaman para dewa dahulu kala di kaki Gunung Telomoyo atau sekarang di sebut Gunung Ungaran tersebutlah desa bernama Ngasem penduduknya ramah tamah rajin menjalankan perintah agamanya karena di situ terdapat padhepokan yang sangat terkenal yang dipimpin oleh orang sakti mandraguna bernama Ki Hajar Salokantara yang selalu mengajarkan kebaikan, menjaga alam, dan berbudi pekerti luhur, padhepokannya termasyur di seantero tanah jawa sehingga sangat ramai karena banyak orang luar daerah yang ingin belajar ke padhepokan baik belajar beladiri maupun belajar ilmu pengetahuan dan agama
Ki Hajar mempunyai anak kesayangan bernama Ni Endhang Ariwulan parasnya cantik dan elok ditambah lagi budi pekertinya yang luhur pada suatu sore ketika Ni Endhang Ariwulan hendak membelah pinang buat sesaji pisau yang biasa digunakannya hilang entah dimana, ketika sedang bingung mencari pisau di dapatinya Ki Hajar sedang mambasuh keris kesayangannya, dihampirinya Ki Hajar “Duh Romo, saya sedang kebingungan mencari pisau sudikah romo meminjamkan keris yang sedang dipegang untuk membelah buah pinang untuk sesaji ini” Ki Hajar pun kaget mendengar permintaan anaknya namun mengingat waktu yang mendesak maka Ki Hajar pun memberikan keris yang sedang di basuhnya sambil berpesan “Hati-hati menggunakan keris ini jangan sampai di taruh dipangkuanmu karena itu pantangannya”
Akhirnya digunakanlah keris itu untuk membelah beberapa buah pinang karena sibuknya merapikan uborampe buat sesaji Ni Endhang lupa menaruh keris itu di pangkuannya, ajaibnya keris itu tiba-tiba hilang hal ini mengejutkan Ni endhang, buru-buru ia menemui Ki Hajar “ Duh celaka Romo, keris yang saya taruh dipangkuan hilang” kata Ni Endhang, Ki hajar pun mengelus dada ada kemarahan yang tersirat di mukanya namun di tahannya sambil berkata “Tidaklah mengapa anakku, mungkin ini sudah takdir sang maha kuasa”
Selang beberapa bulan terjadi keanehan, perut Ni Endhang makin membesar selayaknya orang hamil gemparlah para murid padepokan dan warga kampung Ngasem, putri ke Hajar yang cantik itu menangis dihadapan Ki Hajar “Romo apa yang terjadi dengan perut hamba sehingga membesar selayaknya orang hamil padahal tidak ada satupun pria yang aku ijinkan menyentuh diri hamba, saya malu romo” mendengar rintihan Ni Endhang membuat ki Hajar bersedih “Anakku, memang saat ini kamu sedang hamil tapi, semua kejadian di alam ini sudah merupakan ketentuan para dewa jangan disesali ” sahut ki hajar sambil mengelus rambut anaknya yang lagi bersandar tak berdaya di dinding papan.
“Jika nanti usiamu kelahiranmu sudah 7 bulan romo akan bersemedi ke Gunung Telomoyo meminta belas kasih para dewa agar si jabang bayi lahir dengan selamat dan sehat” lanjut ki hajar lagi.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan sampailah usia kandungan Ni Endhang 7 bulan, Ki Hajar pun memanggil anaknya “Nimas Endhang anakku tak terasa udah 7 bulan usia kandunganmu, dan sudah sesuai janjiku untuk bertapa di gunung Telomoyo, tolong panggilkan muridku Pragola aku mau berbicara dengannya” kata Ki Hajar “ Baik Romo” Sahut Ni Endhang.
Menghadaplah Pragola di hadapan Ki Hajar “Sembah sungkemn murid Pragola kepada Ki Hajar, ada apa gerangan guru memanggil saya” kata pragola dihadapan gurunya “Pragola muridku engkau adalah murid terpandai di padepokan ini semua ilmu kanuragan dan ilmu budi pekerti telah engkau kuasai, esok aku akan bersemedi ke gunung Telomoyo aku titipkan anakku Ni Endhang dan padepokan ini untuk kau jaga selama aku bersemedi” jawab Ki hajar “Sembah nuwun ki hajar, hamba akan menjaga amanat ini dengan sebaik-baiknya” sahut Pragola.
Keesokan harinya Ki Hajar pun melangkah keluar padepokan untuk menuju gunung Telomoyo di iringi putri kesayangan dan murid-murid padepokan “cukup sampai sini aja kalian mengantar aku” kata Ki Hajar kepada muridnya sesampai di pintu gerbang padepokan “nimas Endhang anakku aku titipkan klintingan ini kepadamu, dan pakaikan kepada anakmu apa bila sekiranya aku belum selasai semedi dia telah lahir” imbuh Ki Hajar lagi “baik romo” ucap Ni Endhang sambil matanya berkaca-kaca menahan tangis mengantar kepergian Ki Hajar.
Selang beberapa bulan tibalah waktunya Ni Endhang melahirkan dipanggilah Pragola “Pragola tolong panggilkan Mbok Samitri dukun bayi desa, perutku sudah mules, kayaknya ini sudah waktunya jabang bayi lahir” tak berapa lama pun Ni Endhang melahirkan namun membuat semua yang menyaksikan terkejut karena jabang bayi yang dilahirkan berbentuk se ekor ular naga hijau, semua penghuni padhepokan tak terkecuali Pragola yang menyaksikan proses kelahiran tersebut hanya bisa membisu, para penghuni padhepokan pun sepakat untuk merahasiakannya karena menyangkut kewibawaan padhepokan dan demi menghindari prasangka macam-macam dari orang luar padhepokan.
Bersambung
(Penulis : SPN)
No comments:
Post a Comment